blog untuk sekolah
Selasa, 19 Februari 2013
LINGKUNGAN HIDUP :D
http://yusmanov.blogspot.com/2010/03/komposit-serbuk-kayu-plastik-daur-ulang.html
PENDAHULUAN
Karena sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling banyak digunakan untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat. Di lain pihak, seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Limbah plastik merupakan bahan yang tidak dapat terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai (non biodegradable), sehingga penumpukkannya di alam dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lingkungan.
Perkembangan teknologi, khususnya di bidang papan komposit, telah menghasilkan produk komposit yang merupakan gabungan antara serbuk kayu dengan plastik daur ulang. Teknologi ini berkembang pada awal 1990-an di Jepang dan Amerika Serikat. Dengan teknologi ini dimungkinkan pemanfaatan serbuk kayu dan plastik daur ulang secara maksimal, dengan demikian akan menekan jumlah limbah yang dihasilkan. Di Indonesia penelitian tentang produk ini sangat terbatas, padahal bahan baku limbah potensinya sangat besar.
Tulisan ini akan memaparkan secara singkat mengenai potensi dan pemanfaatan limbah kayu, khususnya serbuk kayu, dan limbah plastik sebagai produk komposit serbuk kayu-plastik daur ulang.
POTENSI DAN PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU
Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya komversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain melalui konsep the whole tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.
Patut disayangkan, sampai saat ini kegiatan pemanenan dan pengolahan kayu di Indonesia masih menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Purwanto dkk, (1994) menyatakan komposisi limbah pada kegiatan pemanenan dan industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut :
1. Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16%
2. Pada industri penggergajian limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6&. Sebetan 25,9% dan potongan 14,3%, dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digubakan
3. Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah vinir basah 24,8%, sampah vinir kering 12,6% sisa kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Total limbah kayu lapis ini sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku yang digunakan.
Data Departemen Kehutanan dan Perkebunan tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m3 sedangkan kayu gergajian mencapai 2,06 juta m3. Dengan asumsi limbah yang dihasilkan mencapai 61% maka diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan mencapai lebih dari 5 juta m3 (BPS, 2000).
Limbah kayu berupa potongan log maupun sebetan telah dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan baku papan partikel. Adapun limbah berupa serbuk kergaji pemanfaatannya masih belum optimal. Untuk industri besar dan terpadu, limbah serbuk kayu gergajian sudah dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual secara komersial. Namun untuk industri penggergajian kayu skala industri kecil yang jumlahnya mencapai ribuan unit dan tersebar di pedesaan, limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagai contoh adalah pada industri penggergajian di Jambi yang berjumlah 150 buah yang kesemuanya terletak ditepi sungai Batanghari, limbah kayu gergajian yang dihasilkan dibuang ke tepi sungai tersebut sehingga terjadi proses pendangkalan dan pengecilan ruas sungai (Pari, 2002). Pada industri pengolahan kayu sebagian limbah serbuk kayu biasanya digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja tanpa penggunaan yang berarti, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Febrianto,1999). Dalam rangka efisiensi penggunaan kayu perlu diupayakan pemanfaatan serbuk kayu menjadi produk yang lebih bermanfaat.
DARI LIMBAH PLASTIK KE PLASTIK DAUR ULANG
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).
Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja melimpah sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.
PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK SEBAGAI KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG
Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya. Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999).
Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan produk ini antara lain : biaya produksi lebih murah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih bersifat biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, serta bersifat dapat didaur ulang (recycleable). Beberapa contoh penggunaan produk ini antara lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api, pesawat terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan (jendela, pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999: Youngquist, 1995).
Serbuk kayu sebagai Filler
Filler ditambahkan ke dalam matriks dengan tujuan meningkatkan sifat-sifat mekanis plastik melalui penyebaran tekanan yang efektif di antara serat dan matriks (Han, 1990). Selain itu penambahan filler akan mengurangi biaya disamping memperbaiki beberapa sifat produknya.
Bahan-bahan inorganik seperti kalsium karbonat, talc, mika, dan fiberglass merupakan bahan yang paling banyak digunakan sebagai filler dalam industri plastik. Penambahan kalsium karbonat, mika dan talc dapat meningkatkan kekuatan plastik, tetapi berat produk yang dihasilkan juga meningkat sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih tinggi. Selain itu, kalsium karbonat dan talc bersifat abrasif terhadap peralatan yang digunakan, sehingga memperpendek umur pemakaian. Penambahan fiberglass dapat meningkatkan kekuatan produk tetapi harganya sangat mahal. Karena itu penggunaan bahan organik, seperti kayu sebagai filler dalam industri plastik mulai mendapat perhatian. Di Indonesia potensi kayu sebagai filler sangat besar, terutama limbah serbuk kayu yang pemanfaatannya masih belum optimal.
Menurut Strak dan Berger (1997), serbuk kayu memiliki kelebihan sebagai filler bila dibandingkan dengan filler mineral seperti mika, kalsium karbonat, dan talk yaitu: temperatur proses lebih rendah (kurang dari 400ºF) dengan demikian mengurangi biaya energi, dapat terdegradasi secara alami, berat jenisnya jauh lebih rendah, sehingga biaya per volume lebih murah, gaya geseknya rendah sehingga tidak merusak peralatan pada proses pembuatan, serta berasal dari sumber yang dapat diperbaharui
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu sebagai filler dalam pembuatan komposit kayu plastik adalah jenis kayu, ukuran serbuk serta nisbah antara serbuk kayu dan plastik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat dasar dari serbuk kayu itu sendiri. Kayu merupakan bahan yang sebagian besar terdiri dari selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik dan ekstraktif. Karenanya kayu bersifat hidrofilik, kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis. Sifat-sifat tersebut menyebabkan kayu kurang sesuai bila digabungkan dengan plastik, karena itu dalam pembuatan komposit kayu-plastik diperlukan bantuan coupling agent (Febrianto,1999).
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks
Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C).
Proses Pembuatan
Pada dasarnya pembuatan komposit serbuk kayu plastik daur ulang tidak berbeda dengan komposit dengan matriks plastik murni. Komposit ini dapat dibuat melalui proses satu tahap, proses dua tahap, maupun proses kontinyu. Pada proses satu tahap, semua bahan baku dicampur terlebih dahulu secara manual kemudian dimasukkan ke dalam alat pengadon (kneader) dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap bahan baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi dicampur secara bersamaan di dalam kneader dan dibentuk menjadi komposit. Kombinasi dari tahap-tahap ini dikenal dengan proses kontinyu. Pada proses ini bahan baku dimasukkan secara bertahap dan berurutan di dalam kneader kemudian diproses sampai menjadi produk komposit (Han dan Shiraishi, 1990). Umumnya proses dua tahap menghasilkan produk yang lebih baik dari proses satu tahap, namun proses satu tahap memerlukan waktu yang lebih singkat.
Diagram proses dasar pembuatan produk disajikan pada gambar 1.
Penyiapan filler
Pada prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan serbuk kayu atau tepung kayu dengan ukuran dan kadar air yang seragam. Makin halus serbuk semakin besar kontak permukaan antara filler dengan matriknya, sehingga produk menjadi lebih homogen. Akan tetapi, bila ditinjau dari segi dekoratif, komposit dengan ukuran serbuk yang lebih besar akan menghasilkan penampakkan yang lebih baik karena sebaran serbuk kayunya memberikan nilai tersendiri.
Penyiapan Plastik Daur Ulang
Limbah plastik dikelompokkan sesuai dengan jenis plastiknya (polipropilena (PP),polietilena (PE), dan sebagainya). Setelah dibersihkan, limbah tersebut dicacah untuk memperkecil ukuran, selanjutnya dipanaskan sampai titik lelehnya, kemudian diproses hingga berbentuk pellet. Sebelum digunakan sebagai matriks komposit dilakukan analis termal diferensial (DTA). Pada proses dua tahap, pellet tersebut diblending terlebih dahulu dengan coupling agent sehingga berfungsi sebagai compatibilizer dalam pembuatan komposit.
Blending (Pengadonan)
Tahap-tahap dalam pengadonan ini disesuaikan dengan proses yang digunakan, satu tahap, dua tahap, atau kontinyu. Menurut Han (1990) kondisi pengadonan yang paling berpengaruh dalam pembuatan komposit adalah suhu, laju rotasi, dan waktu pengadonan.
Pembentukan komposit
Setelah proses pencampuran selesai, sampel langsung dikeluarkan untuk dibentuk menjadi lembaran dengan kempa panas. Pengempaan dilakukan selama 2,5 - 3 menit dengan tekanan sebesar 100 kgf/cm2 selama 30 detik pada suhu 170ºC - 190ºC. Setelah dilakukan pengempaan dingin pada tekanan yang sama selama 30 detik, lembaran kemudian didinginkan pada suhu kamar.
Pengujian Komposit
Pengujian komposit dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu. Jenis pengujian disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya meliputi pengujian fterhadap sifat fisis, mekanis, serta thermal komposit.
Komposit yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai bila serbuk kayu terdistribusi dengan baik di dalam matriks. Dalam kenyataannya, afinitas antara serbuk kayu dengan plastik sangat rendah karena kayu bersifat hidrofilik sedangkan plastik bersifat hidrofobik. Akibatnya komposit yang terbentuk memiliki sifat-sifat pengaliran dan moldability yang rendah dan pada gilirannya dapat menurunkan kekuatan bahan (Han, 1990).
Hasil-hasil Penelitian
Penelitian-penelitian yang telah dan sedang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan komposit kayu plastik dengan sifat-sifat yang terbaik. Han (1990), Stark & Berger (1997), dan Oksman & Clemons (1997), meneliti faktor- faktor yang berperan penting dalam pembuatan komposit serbuk kayu plastik, yaitu tipe dan bentuk bahan baku, jenis kayu, nisbah filler dengan matriks, jenis dan kadar compatibilizer, serta kondisi pada saat pengadonan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai batas tertentu terjadi peningkatan kekuatan komposit dengan makin kecil ukuran serbuk yang digunakan, demikian juga tipe, nisbah serbuk kayu dan plastik, kadar air serta jenis kayu berpengaruh nyata terhadap sifat-sifat komposit yang dihasilkan. Penambahan compatibilizer sampai batas tertentu berpengaruh baik terhadap kekuatan komposit.
Penelitian mengenai komposit kayu plastik sebagian besar masih menggunakan plastik murni sebagai matriks. Penelitian dengan menggunakan matriks daur ulang, dilakukan oleh Setyawati (2003), Sulaeman (2003) dengan menggunakan polipropilena daur ulang. Hasil- hasil penelitian dirangkum sebagai berikut :
Setyawati (2003) meneliti pengaruh ukuran nisbah serbuk kayu dengan matriks, serta kadar compatibilizer terhadap sifat fisis dan mekanis komposit kayu polipropilena daur ulang. Hasil penelitian menunjukkan pola yang sama dengan komposit yang menggunakan polipropilena murni, yaitu sifat–sifat komposit meningkat dengan makin halusnya ukuran partikel. Nisbah serbuk kayu dengan matriks sebesar 50:50 dengan penambahan MAH 2,5% sebagai compatibilizer disertai dengan penambahan inisiator menghasilkan kekuatan komposit yang optimal, disamping sifat-sifat fisis yang memadai.
Sulaeman (2003), meneliti deteriorasi komposit kayu plastik polipropilena daur ulang oleh cuaca dan rayap. Hasil penelitian menunjukkan komposit kayu plastik daur ulang dapat terdegradasi oleh cuaca, akan tetapi tahan terhadap serangan rayap.
Penelitian Yang Sedang/ Akan Dilakukan
Penelitian dan pengujian komposit kayu plastik sampai sejauh ini masih dalam bentuk lembaran tipis, sehingga pengujiannya masih mengacu pada pengujian plastik. Saat ini Sutrisno (komunikasi pribadi) sedang melakukan penelitian mengenai sifat-sifat komposit kayu plastik daur ulang dalam bentuk small clear specimen sehingga pengujian diarahkan kepada kemungkinan penggunaan komposit sebagai pengganti kayu.
Penelitian selanjutnya akan mengarah pada penentuan proses pembuatan papan komposit kayu plastik yang terbaik serta peningkatan mutu papan komposit melalui perlakuan pendahuluan pada filler, pemilihan modifier/compatibilizer, inisiator, penentuan variabel-variabel proses, maupun pemanfaatan bahan-bahan berlignoselulosa selain kayu (rencana penelitian).
PENUTUP
Pembuatan produk komposit serbuk kayu dan plastik daur ulang merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah kayu dan plastik, dalam rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik serta menghasilkan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Pengembangan produk ini di masa datang diharapkan akan memberikan dampak positif, bukan hanya terbatas pada pengembangan industri dan penghematan devisa, tetapi juga memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia : Impor. Jakarta
[DepHutBun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Statistik Kehutanan Indonesia. Direktorat Jendral PHP. Jakarta
Febrianto F. 1999. Preparation And Properties Enhancement Of Moldable Wood – Biodegradable Polymer Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University, Doctoral Dissertation.Division of Forestry and Bio-material Science. Faculty of Agriculture. Tidak dipublikasikan
Febrianto F, Y.S. Hadi, dan M. Karina. 2001. Teknologi produksi recycle komposit bemutu tinggi dari limbah kayu dan plastik : Sifat-sifat papan partikel pada berbagai nisbah campuran serbuk dan plastik polipropilene daur ulang dan ukuran serbuk. Laporan Akhir Hibah Bersaing IX/1. direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Han GS. 1990. Preparation and Physical Properties Of Moldable Wood Plastic Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University. Departement Of Wood Science and Technology, Faculty of Agriculture.
Han GS, Shiraishi N. 1990. Composites of wood and polypropylen IV. Wood Research Sociaty at Tsubuka 36(11): 976-982.
Hartono ACK. 1998. Daur Ulang Limbah Plastik dalam Pancaroba : Diplomasi Ekonomi dan Pendidikan. Dana Mitra Lingkungan. Jakarta
Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman, Inc.
Meier JF. 1996. Fundamentals of plastics and elastomer. Di dalam: Handbook of Plastic, Elastomer and Composites. Ed ke-3. New York: McGraw-Hill Co.
Oksman K, Clemons C. 1997. Effect of elastomers and coupling agent on impact performance of wood flour-filled polypropilene. Di dalam: Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 –14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 144-155.
Pari G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. Makalah M.K. Falsafah Sains. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Priyono SKS. 2001. Komitmen Berbagai Pihak dalam Menanggulangi Illegal Logging. Konggres Kehutanan Indonesia III. Jakarta
Purwanto D, Samet, Mahfuz, dan Sakiman. 1994. Pemanfaatan Limbah Industri Kayu lapis untuk Papan Partikel Buatan secara Laminasi. DIP Proyek Penelitian dan Pengembangan Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian. Banjar Baru
Sasse HR, Lehmkamper O, Kwasny-Echterhagen R. 1995. Polymer granulates for masonry mortars and outdoor plaster. Di dalam: Ohama Y, editor. Disposal and Recycling of Organic and Polymeric Construction Materials. Proceeding of the International RILEM Workshop. Tokyo: 26-28 Maret 1995. Chapman & Hall. hlm 75-85.
Setyawati,D. 2003. Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang. [Thesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
Strak NM, Berger MJ. 1997. Effect of particle size on properties of wood-flour reinforced polypropylene composites. Di dalam: Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 –14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 134-143.
Sulaeman, R. 2003. Deteriorasi Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang Oleh Cuaca Dan Rayap. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
Syahfitrie, C. 2001. Analisis Aspek Sosial Ekonomi Pemanfaatan Limbah Plastik. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan)
[YBP] Yayasan Bina Pembangunan. 1986. Barometer Bisnis Plastik Indonesia. Jakarta
http://yusmanov.blogspot.com/2010/03/komposit-serbuk-kayu-plastik-daur-ulang.html
KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG : TEKNOLOGI ALTERNATIF PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK
PENDAHULUAN
Karena sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu merupakan bahan yang paling banyak digunakan untuk keperluan konstruksi. Kebutuhan kayu yang terus meningkat dan potensi hutan yang terus berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain dengan memanfaatkan limbah berupa serbuk kayu menjadi produk yang bermanfaat. Di lain pihak, seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Limbah plastik merupakan bahan yang tidak dapat terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai (non biodegradable), sehingga penumpukkannya di alam dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lingkungan.
Perkembangan teknologi, khususnya di bidang papan komposit, telah menghasilkan produk komposit yang merupakan gabungan antara serbuk kayu dengan plastik daur ulang. Teknologi ini berkembang pada awal 1990-an di Jepang dan Amerika Serikat. Dengan teknologi ini dimungkinkan pemanfaatan serbuk kayu dan plastik daur ulang secara maksimal, dengan demikian akan menekan jumlah limbah yang dihasilkan. Di Indonesia penelitian tentang produk ini sangat terbatas, padahal bahan baku limbah potensinya sangat besar.
Tulisan ini akan memaparkan secara singkat mengenai potensi dan pemanfaatan limbah kayu, khususnya serbuk kayu, dan limbah plastik sebagai produk komposit serbuk kayu-plastik daur ulang.
POTENSI DAN PEMANFAATAN LIMBAH SERBUK KAYU
Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar 45 juta m3 (Priyono,2001). Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya komversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Kondisi ini menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana, antara lain melalui konsep the whole tree utilization, disamping meningkatkan penggunaan bahan berlignoselulosa non kayu, dan pengembangan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu.
Patut disayangkan, sampai saat ini kegiatan pemanenan dan pengolahan kayu di Indonesia masih menghasilkan limbah dalam jumlah besar. Purwanto dkk, (1994) menyatakan komposisi limbah pada kegiatan pemanenan dan industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut :
1. Pada pemanenan kayu, limbah umumnya berbentuk kayu bulat, mencapai 66,16%
2. Pada industri penggergajian limbah kayu meliputi serbuk gergaji 10,6&. Sebetan 25,9% dan potongan 14,3%, dengan total limbah sebesar 50,8% dari jumlah bahan baku yang digubakan
3. Limbah pada industri kayu lapis meliputi limbah potongan 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah vinir basah 24,8%, sampah vinir kering 12,6% sisa kupasan 11,0% dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Total limbah kayu lapis ini sebesar 61,0% dari jumlah bahan baku yang digunakan.
Data Departemen Kehutanan dan Perkebunan tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61 juta m3 sedangkan kayu gergajian mencapai 2,06 juta m3. Dengan asumsi limbah yang dihasilkan mencapai 61% maka diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan mencapai lebih dari 5 juta m3 (BPS, 2000).
Limbah kayu berupa potongan log maupun sebetan telah dimanfaatkan sebagai inti papan blok dan bahan baku papan partikel. Adapun limbah berupa serbuk kergaji pemanfaatannya masih belum optimal. Untuk industri besar dan terpadu, limbah serbuk kayu gergajian sudah dimanfaatkan menjadi bentuk briket arang dan arang aktif yang dijual secara komersial. Namun untuk industri penggergajian kayu skala industri kecil yang jumlahnya mencapai ribuan unit dan tersebar di pedesaan, limbah ini belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagai contoh adalah pada industri penggergajian di Jambi yang berjumlah 150 buah yang kesemuanya terletak ditepi sungai Batanghari, limbah kayu gergajian yang dihasilkan dibuang ke tepi sungai tersebut sehingga terjadi proses pendangkalan dan pengecilan ruas sungai (Pari, 2002). Pada industri pengolahan kayu sebagian limbah serbuk kayu biasanya digunakan sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja tanpa penggunaan yang berarti, sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Febrianto,1999). Dalam rangka efisiensi penggunaan kayu perlu diupayakan pemanfaatan serbuk kayu menjadi produk yang lebih bermanfaat.
DARI LIMBAH PLASTIK KE PLASTIK DAUR ULANG
Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia. Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain, sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali. Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam bentuk thermoplastic.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat. Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya, peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998) komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi lingkungan. (YBP, 1986).
Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Di Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana, yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi dan sebagainya (Sasse et al.,1995).
Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat dilakukan di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja melimpah sehingga pemisahan tidak perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi ini memungkinkan berkembangnya industri daur ulang plastik di Indonesia (Syafitrie, 2001).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001). Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah plastik yang populer dan laku di pasaran yaitu polietilena (PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena (PP), dan asoi.
PEMANFAATAN LIMBAH KAYU DAN PLASTIK SEBAGAI KOMPOSIT SERBUK KAYU PLASTIK DAUR ULANG
Komposit kayu merupakan istilah untuk menggambarkan setiap produk yang terbuat dari lembaran atau potongan–potongan kecil kayu yang direkat bersama-sama (Maloney,1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit serbuk kayu plastik adalah komposit yang terbuat dari plastik sebagai matriks dan serbuk kayu sebagai pengisi (filler), yang mempunyai sifat gabungan keduanya. Penambahan filler ke dalam matriks bertujuan mengurangi densitas, meningkatkan kekakuan, dan mengurangi biaya per unit volume. Dari segi kayu, dengan adanya matrik polimer didalamnya maka kekuatan dan sifat fisiknya juga akan meningkat (Febrianto, 1999).
Pembuatan komposit dengan menggunakan matriks dari plastik yang telah didaur ulang, selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, juga dapat mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik disamping menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Keunggulan produk ini antara lain : biaya produksi lebih murah, bahan bakunya melimpah, fleksibel dalam proses pembuatannya, kerapatannya rendah, lebih bersifat biodegradable (dibanding plastik), memiliki sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan bahan baku asalnya, dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan, serta bersifat dapat didaur ulang (recycleable). Beberapa contoh penggunaan produk ini antara lain sebagai komponen interior kendaraan (mobil, kereta api, pesawat terbang), perabot rumah tangga, maupun komponen bangunan (jendela, pintu, dinding, lantai dan jembatan) (Febrianto, 1999: Youngquist, 1995).
Serbuk kayu sebagai Filler
Filler ditambahkan ke dalam matriks dengan tujuan meningkatkan sifat-sifat mekanis plastik melalui penyebaran tekanan yang efektif di antara serat dan matriks (Han, 1990). Selain itu penambahan filler akan mengurangi biaya disamping memperbaiki beberapa sifat produknya.
Bahan-bahan inorganik seperti kalsium karbonat, talc, mika, dan fiberglass merupakan bahan yang paling banyak digunakan sebagai filler dalam industri plastik. Penambahan kalsium karbonat, mika dan talc dapat meningkatkan kekuatan plastik, tetapi berat produk yang dihasilkan juga meningkat sehingga biaya pengangkutan menjadi lebih tinggi. Selain itu, kalsium karbonat dan talc bersifat abrasif terhadap peralatan yang digunakan, sehingga memperpendek umur pemakaian. Penambahan fiberglass dapat meningkatkan kekuatan produk tetapi harganya sangat mahal. Karena itu penggunaan bahan organik, seperti kayu sebagai filler dalam industri plastik mulai mendapat perhatian. Di Indonesia potensi kayu sebagai filler sangat besar, terutama limbah serbuk kayu yang pemanfaatannya masih belum optimal.
Menurut Strak dan Berger (1997), serbuk kayu memiliki kelebihan sebagai filler bila dibandingkan dengan filler mineral seperti mika, kalsium karbonat, dan talk yaitu: temperatur proses lebih rendah (kurang dari 400ºF) dengan demikian mengurangi biaya energi, dapat terdegradasi secara alami, berat jenisnya jauh lebih rendah, sehingga biaya per volume lebih murah, gaya geseknya rendah sehingga tidak merusak peralatan pada proses pembuatan, serta berasal dari sumber yang dapat diperbaharui
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu sebagai filler dalam pembuatan komposit kayu plastik adalah jenis kayu, ukuran serbuk serta nisbah antara serbuk kayu dan plastik. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat dasar dari serbuk kayu itu sendiri. Kayu merupakan bahan yang sebagian besar terdiri dari selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-30%), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik dan ekstraktif. Karenanya kayu bersifat hidrofilik, kaku, serta dapat terdegradasi secara biologis. Sifat-sifat tersebut menyebabkan kayu kurang sesuai bila digabungkan dengan plastik, karena itu dalam pembuatan komposit kayu-plastik diperlukan bantuan coupling agent (Febrianto,1999).
Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks
Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).
Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C).
Proses Pembuatan
Pada dasarnya pembuatan komposit serbuk kayu plastik daur ulang tidak berbeda dengan komposit dengan matriks plastik murni. Komposit ini dapat dibuat melalui proses satu tahap, proses dua tahap, maupun proses kontinyu. Pada proses satu tahap, semua bahan baku dicampur terlebih dahulu secara manual kemudian dimasukkan ke dalam alat pengadon (kneader) dan diproses sampai menghasilkan produk komposit. Pada proses dua tahap bahan baku plastik dimodifikasi terlebih dahulu, kemudian bahan pengisi dicampur secara bersamaan di dalam kneader dan dibentuk menjadi komposit. Kombinasi dari tahap-tahap ini dikenal dengan proses kontinyu. Pada proses ini bahan baku dimasukkan secara bertahap dan berurutan di dalam kneader kemudian diproses sampai menjadi produk komposit (Han dan Shiraishi, 1990). Umumnya proses dua tahap menghasilkan produk yang lebih baik dari proses satu tahap, namun proses satu tahap memerlukan waktu yang lebih singkat.
Diagram proses dasar pembuatan produk disajikan pada gambar 1.
Penyiapan filler
Pada prinsipnya penyiapan filler ditujukan untuk mendapatkan serbuk kayu atau tepung kayu dengan ukuran dan kadar air yang seragam. Makin halus serbuk semakin besar kontak permukaan antara filler dengan matriknya, sehingga produk menjadi lebih homogen. Akan tetapi, bila ditinjau dari segi dekoratif, komposit dengan ukuran serbuk yang lebih besar akan menghasilkan penampakkan yang lebih baik karena sebaran serbuk kayunya memberikan nilai tersendiri.
Penyiapan Plastik Daur Ulang
Limbah plastik dikelompokkan sesuai dengan jenis plastiknya (polipropilena (PP),polietilena (PE), dan sebagainya). Setelah dibersihkan, limbah tersebut dicacah untuk memperkecil ukuran, selanjutnya dipanaskan sampai titik lelehnya, kemudian diproses hingga berbentuk pellet. Sebelum digunakan sebagai matriks komposit dilakukan analis termal diferensial (DTA). Pada proses dua tahap, pellet tersebut diblending terlebih dahulu dengan coupling agent sehingga berfungsi sebagai compatibilizer dalam pembuatan komposit.
Blending (Pengadonan)
Tahap-tahap dalam pengadonan ini disesuaikan dengan proses yang digunakan, satu tahap, dua tahap, atau kontinyu. Menurut Han (1990) kondisi pengadonan yang paling berpengaruh dalam pembuatan komposit adalah suhu, laju rotasi, dan waktu pengadonan.
Pembentukan komposit
Setelah proses pencampuran selesai, sampel langsung dikeluarkan untuk dibentuk menjadi lembaran dengan kempa panas. Pengempaan dilakukan selama 2,5 - 3 menit dengan tekanan sebesar 100 kgf/cm2 selama 30 detik pada suhu 170ºC - 190ºC. Setelah dilakukan pengempaan dingin pada tekanan yang sama selama 30 detik, lembaran kemudian didinginkan pada suhu kamar.
Pengujian Komposit
Pengujian komposit dilakukan untuk mengetahui apakah produk yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan untuk suatu penggunaan tertentu. Jenis pengujian disesuaikan dengan kebutuhan, umumnya meliputi pengujian fterhadap sifat fisis, mekanis, serta thermal komposit.
Komposit yang berkualitas tinggi hanya dapat dicapai bila serbuk kayu terdistribusi dengan baik di dalam matriks. Dalam kenyataannya, afinitas antara serbuk kayu dengan plastik sangat rendah karena kayu bersifat hidrofilik sedangkan plastik bersifat hidrofobik. Akibatnya komposit yang terbentuk memiliki sifat-sifat pengaliran dan moldability yang rendah dan pada gilirannya dapat menurunkan kekuatan bahan (Han, 1990).
Hasil-hasil Penelitian
Penelitian-penelitian yang telah dan sedang dilakukan bertujuan untuk menghasilkan komposit kayu plastik dengan sifat-sifat yang terbaik. Han (1990), Stark & Berger (1997), dan Oksman & Clemons (1997), meneliti faktor- faktor yang berperan penting dalam pembuatan komposit serbuk kayu plastik, yaitu tipe dan bentuk bahan baku, jenis kayu, nisbah filler dengan matriks, jenis dan kadar compatibilizer, serta kondisi pada saat pengadonan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sampai batas tertentu terjadi peningkatan kekuatan komposit dengan makin kecil ukuran serbuk yang digunakan, demikian juga tipe, nisbah serbuk kayu dan plastik, kadar air serta jenis kayu berpengaruh nyata terhadap sifat-sifat komposit yang dihasilkan. Penambahan compatibilizer sampai batas tertentu berpengaruh baik terhadap kekuatan komposit.
Penelitian mengenai komposit kayu plastik sebagian besar masih menggunakan plastik murni sebagai matriks. Penelitian dengan menggunakan matriks daur ulang, dilakukan oleh Setyawati (2003), Sulaeman (2003) dengan menggunakan polipropilena daur ulang. Hasil- hasil penelitian dirangkum sebagai berikut :
Setyawati (2003) meneliti pengaruh ukuran nisbah serbuk kayu dengan matriks, serta kadar compatibilizer terhadap sifat fisis dan mekanis komposit kayu polipropilena daur ulang. Hasil penelitian menunjukkan pola yang sama dengan komposit yang menggunakan polipropilena murni, yaitu sifat–sifat komposit meningkat dengan makin halusnya ukuran partikel. Nisbah serbuk kayu dengan matriks sebesar 50:50 dengan penambahan MAH 2,5% sebagai compatibilizer disertai dengan penambahan inisiator menghasilkan kekuatan komposit yang optimal, disamping sifat-sifat fisis yang memadai.
Sulaeman (2003), meneliti deteriorasi komposit kayu plastik polipropilena daur ulang oleh cuaca dan rayap. Hasil penelitian menunjukkan komposit kayu plastik daur ulang dapat terdegradasi oleh cuaca, akan tetapi tahan terhadap serangan rayap.
Penelitian Yang Sedang/ Akan Dilakukan
Penelitian dan pengujian komposit kayu plastik sampai sejauh ini masih dalam bentuk lembaran tipis, sehingga pengujiannya masih mengacu pada pengujian plastik. Saat ini Sutrisno (komunikasi pribadi) sedang melakukan penelitian mengenai sifat-sifat komposit kayu plastik daur ulang dalam bentuk small clear specimen sehingga pengujian diarahkan kepada kemungkinan penggunaan komposit sebagai pengganti kayu.
Penelitian selanjutnya akan mengarah pada penentuan proses pembuatan papan komposit kayu plastik yang terbaik serta peningkatan mutu papan komposit melalui perlakuan pendahuluan pada filler, pemilihan modifier/compatibilizer, inisiator, penentuan variabel-variabel proses, maupun pemanfaatan bahan-bahan berlignoselulosa selain kayu (rencana penelitian).
PENUTUP
Pembuatan produk komposit serbuk kayu dan plastik daur ulang merupakan salah satu alternatif pemanfaatan limbah kayu dan plastik, dalam rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu, mengurangi pembebanan lingkungan terhadap limbah plastik serta menghasilkan produk-produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Pengembangan produk ini di masa datang diharapkan akan memberikan dampak positif, bukan hanya terbatas pada pengembangan industri dan penghematan devisa, tetapi juga memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 1999. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia : Impor. Jakarta
[DepHutBun] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 2000. Statistik Kehutanan Indonesia. Direktorat Jendral PHP. Jakarta
Febrianto F. 1999. Preparation And Properties Enhancement Of Moldable Wood – Biodegradable Polymer Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University, Doctoral Dissertation.Division of Forestry and Bio-material Science. Faculty of Agriculture. Tidak dipublikasikan
Febrianto F, Y.S. Hadi, dan M. Karina. 2001. Teknologi produksi recycle komposit bemutu tinggi dari limbah kayu dan plastik : Sifat-sifat papan partikel pada berbagai nisbah campuran serbuk dan plastik polipropilene daur ulang dan ukuran serbuk. Laporan Akhir Hibah Bersaing IX/1. direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Han GS. 1990. Preparation and Physical Properties Of Moldable Wood Plastic Composites. [Disertasi]. Kyoto: Kyoto University. Departement Of Wood Science and Technology, Faculty of Agriculture.
Han GS, Shiraishi N. 1990. Composites of wood and polypropylen IV. Wood Research Sociaty at Tsubuka 36(11): 976-982.
Hartono ACK. 1998. Daur Ulang Limbah Plastik dalam Pancaroba : Diplomasi Ekonomi dan Pendidikan. Dana Mitra Lingkungan. Jakarta
Maloney TM. 1993. Modern Particleboard and Dry-Process Fiberboard Manufacturing. San Fransisco: Miller Freeman, Inc.
Meier JF. 1996. Fundamentals of plastics and elastomer. Di dalam: Handbook of Plastic, Elastomer and Composites. Ed ke-3. New York: McGraw-Hill Co.
Oksman K, Clemons C. 1997. Effect of elastomers and coupling agent on impact performance of wood flour-filled polypropilene. Di dalam: Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 –14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 144-155.
Pari G. 2002. Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan Kayu. Makalah M.K. Falsafah Sains. Program Pascasarjana IPB, Bogor.
Priyono SKS. 2001. Komitmen Berbagai Pihak dalam Menanggulangi Illegal Logging. Konggres Kehutanan Indonesia III. Jakarta
Purwanto D, Samet, Mahfuz, dan Sakiman. 1994. Pemanfaatan Limbah Industri Kayu lapis untuk Papan Partikel Buatan secara Laminasi. DIP Proyek Penelitian dan Pengembangan Industri. Badan Penelitian dan Pengembangan Industri. Departemen Perindustrian. Banjar Baru
Sasse HR, Lehmkamper O, Kwasny-Echterhagen R. 1995. Polymer granulates for masonry mortars and outdoor plaster. Di dalam: Ohama Y, editor. Disposal and Recycling of Organic and Polymeric Construction Materials. Proceeding of the International RILEM Workshop. Tokyo: 26-28 Maret 1995. Chapman & Hall. hlm 75-85.
Setyawati,D. 2003. Sifat Fisis dan Mekanis Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang. [Thesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
Strak NM, Berger MJ. 1997. Effect of particle size on properties of wood-flour reinforced polypropylene composites. Di dalam: Fourth International Conference on Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 –14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 134-143.
Sulaeman, R. 2003. Deteriorasi Komposit Serbuk Kayu Plastik Polipropilena Daur Ulang Oleh Cuaca Dan Rayap. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor (tidak dipublikasikan)
Syahfitrie, C. 2001. Analisis Aspek Sosial Ekonomi Pemanfaatan Limbah Plastik. [Thesis] Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan)
[YBP] Yayasan Bina Pembangunan. 1986. Barometer Bisnis Plastik Indonesia. Jakarta
http://yusmanov.blogspot.com/2010/03/komposit-serbuk-kayu-plastik-daur-ulang.html
Selasa, 22 Januari 2013
BEBAS
GAME 18 wheels of steel haulin :D
18 wheels of steel haulin
game 18 haulin adalah game simulasi mengemudi truk yang bisa di modifikasi oleh seluruh pemainnya
menjadi berbagai kendaraan yang kita sukai dengan memberinya mod, game ini merupakan game buatan scs software. saat ini banyak game buatan scs software yang merupakan game simulasi lebih detail dan real dalam grafiknya, namun karena PC saya di rumah hnya bisa buat main game 18 haulin jadi saya hanya punya game ini saja hehehehehehe :). jika kalian ingin mod untuk 18 haulin bisa kalian cari di internet juga banyak hehehehe..... :D
System Requirements
Windows 98/ME/2000/XP
Pentium 4 1.4 Ghz or 100% compatible
256 MB RAM
540 MB HD Space
64 MB DirectX/Direct3D and T&L compatible video accelerator card
DirectX 9.0c or later
DirectX compatible sound card
Mouse
CR-Rom drive
Download 18 Wheels Of Steel Haulin
Download Crack
18 wheels of steel haulin
game 18 haulin adalah game simulasi mengemudi truk yang bisa di modifikasi oleh seluruh pemainnya
menjadi berbagai kendaraan yang kita sukai dengan memberinya mod, game ini merupakan game buatan scs software. saat ini banyak game buatan scs software yang merupakan game simulasi lebih detail dan real dalam grafiknya, namun karena PC saya di rumah hnya bisa buat main game 18 haulin jadi saya hanya punya game ini saja hehehehehehe :). jika kalian ingin mod untuk 18 haulin bisa kalian cari di internet juga banyak hehehehe..... :D
System Requirements
Windows 98/ME/2000/XP
Pentium 4 1.4 Ghz or 100% compatible
256 MB RAM
540 MB HD Space
64 MB DirectX/Direct3D and T&L compatible video accelerator card
DirectX 9.0c or later
DirectX compatible sound card
Mouse
CR-Rom drive
Download 18 Wheels Of Steel Haulin
Download Crack
PENDIDIKAN
PERMASALAHAN PEMERATAAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
Pendidikan
merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka
bumi ini. Pendidikan tidak terlepas dari segala kegiatan manusia. Dalam
kondisi apapun manusia tidak dapat menolak efek dari penerapan
pendidikan. Pendidikan diambil dari kata dasar didik, yang ditambah
imbuhan menjadi mendidik. Mendidik berarti memlihara atau memberi
latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Pada
makalah ini, akan dikaji hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan
formal yang diselenggarakan di Indonesia. Pada dasarnya setiap kegiatan
yang dilakukan akan menimbulkan dua macam dampak yang saling
bertentangan. Kedua dampak itu adalah dampak positif dan dampak negatif.
Dampak positif adalah segala sesuatu yang merupakan harapan dari
pelaksanaan kegiatan tersebut, dengan kata lain dapat disebut sebagai
’Tujuan’. Sedangkan dampak negatif adalah segala sesuatu yang bukan
merupakan harapan dalam pelaksanaan kegitan tersebut, sehingga dapat
disebut sebagai hambatan atau masalah yang ditimbulkan.
Jika
peristiwa di atas dihubungkan dengan pendidikan, maka pelaksanaan
pendidikan akan menimbulkan dampak negatif yang disebut sebagai masalah
dan hambatan yang akan dihadapi. Hal ini akan lebih tepat bila disebut
sebagai permasalahan Pendidikan. Istilah permasalahan pendidikan
diterjemahkan dari bahasa inggris yaitu “problem“. Masalah adalah segala
sesuatu yang harus diselesaikan atau dipecahkan. Sedangkan kata
permasalahan berarti sesuatu yang dimasalahkan atau hal yang
dimasalahkan. Jadi Permasalahan pendidikan adalah segala-sesuatu hal
yang merupakan masalah dalam pelaksanaaan kegiatan pendidikan.
A. Masalah Umum Pendidikan di Indonesia
Permasalahan
Pendidikan Indonesia adalah segala macam bentuk masalah yang dihadapi
oleh program-program pendidikan di negara Indonesia. Seperti yang
diketahui dalam TAP MPR RI No. II/MPR/1993 dijelaskan bahwa program
utama pengembangan pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut.
a. Perluasan dan pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan
b. Peningkatan mutu pendidikan
c. Peningkatan relevansi pendidikan
d. Peningkatan Efisiensi dan efektifitas pendidikan
e. Pengembangan kebudayaan
f. Pembinaan generasi muda
Adapun masalah yang dipandang sangat rumit dalam dunia pendidikan adalah sebagai berikut.
a. Pemerataan
b. Mutu dan Relevansi
c. Efisiensi dan efektivitas
Setiap
masalah yang dihadapi disebabkan oleh faktor-faktor pendukungnya adapun
faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya 4 masalah di atas adalah
sebagai berikut.
a. Ilmu Pengeahuan dan Teknologi (IPTEK)
b. Laju Pertumbuhan penduduk
c. Kelemahan
guru/dosen (tenaga pengajar) dalam menangani tugas yang dihadapinya,
dan ketidakfokusan peserta didik dalam menjalani proses pendidikan
(Permasalahan Pembelajaran).
B. Pemerataan Pendidikan dan Pengajaran di Indonesia
Permasalahan
pemerataan dapat terjadi karena kurang tergorganisirnya koordinasi
antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, bahkan hingga daerah
terpencil sekalipun. Hal ini menyebabkan terputusnya komunikasi antara
pemerintah pusat dengan daerah. Selain itu masalah pemerataan pendidikan
juga terjadi karena kurang berdayanya suatu lembaga pendidikan untuk
melakukan proses pendidikan, hal ini bisa saja terjadi jika kontrol
pendidikan yang dilakukan pemerintah pusat dan daerah tidak menjangkau
daearh-daerah terpencil. Jadi hal ini akan mengakibatkan mayoritas
penduduk Indonesia yang dalam usia sekolah, tidak dapat mengenyam
pelaksanaan pendidikan sebagaimana yang diharapkan.
Permasalahan
pemerataan pendidikan dapat ditanggulangi dengan menyediakan fasilitas
dan sarana belajar bagi setiap lapisan masyarakat yang wajib mendapatkan
pendidikan. Pemberian sarana dan prasrana pendidikan yang dilakukan
pemerintah sebaiknya dikerjakan setransparan mungkin, sehingga tidak ada
oknum yang dapat mempermainkan program yang dijalankan ini.
Pelaksanaan pendidikan yang merata adalah pelaksanaan
program pendidikan yang dapat menyediakan kesempatan yang
seluas-luasnya bagi seluruh warga negara Indonesia untuk dapat
memperoleh pendidikan. Pemerataan dan perluasan pendidikan atau biasa
disebut perluasan keempatan belajar merupakan salah satu sasaran dalam
pelaksanaan pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan agar setiap orang
mempunyai kesempatan yang sama unutk memperoleh pendidikan. Kesempatan
memperoleh pendidikan tersebut tidak dapat dibedakan menurut jenis kelamin, status sosial, agama, amupun letak lokasi geografis.
Dalam
propernas tahun 2000-2004 yang mengacu kepada GBHN 1999-2004 mengenai
kebijakan pembangunan pendidikan pada poin pertama menyebutkan:
“Mengupayakan perluasan dan pemeraatan memperoleh pendidikan yang
bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya Manusia
Indonesia berkualitas tinggi dengan peninggakatan anggaran pendidikan
secara berarti“. Dan pada salah satu tujuan pelaksanaan pendidikan
Indonesia adalah untuk pemerataan kesempatan mengikuti pendidikan bagi setiap warga negara.
Dalam
kaitannya dengan pendidikan, maka hal ini berjalan seiring dengan
kegiatan pembelajaran dalam pendidikan. Pelaksanaan kegiatan belajar
adalah sesuatu yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Dalam
kegiatan belajar formal ada dua subjek yang berinteraksi, Yaitu
pengajar/pendidik (guru/dosen) dan peserta didik ( murid/siswa, dan
mahasiswa).
Pada
saat sekarang ini, kegiatan pembelajaran yang dilakukan cenderung
pasif, dimana seorang pendidik selalu menempatkan dirinya sebagai orang
yang serba tahu. Hal ini akan menimbulkan kejengahan terhadap peserta
didik. Sehingga pembelajaran yang dilakukan menjadi tidak menarik dan
cenderung membosankan. Kegiatan belajar yang terpusat seperti ini
merupakan masalah yang serius dalam dunia pendidikan.
Guru
yang berpandangan kuno selalu menganggap bahwa tugasnya hanyalah
menyampaikan materi, sedangakan tugas siswa/mahasiswa adalah mengerti
dengan apa yang disampaikannya. Bila peserta didik tidak mengerti, maka
itu adalah urusan mereka. Tindakan seperti ini merupakan suatu paradigma
kuno yang tidak perlu dipertahankan.
Dalam
hal penilaian, Pendidik menempatkan dirinya sebagai penguasa nilai.
Pendidik bisa saja menjatuhkan, menaikan, mengurangi dan mempermainkan
nilai perolehan murni seorang peserta didik. Pada satu kasus di
pendidikan tinggi, dimana seorang dosen dapat saja memberikan nilai yang
diinginkannya kepada mahasiswa tertentu, tanpa mengindahkan kemampuan
atau skill yang dimiliki oleh mahasiswa tersebut. Proses penilaian
seperti sungguh sangat tidak relevan.
Semakin
tertinggalnya pendidikan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain,
harusnya membuat kita lebih termotivasi untuk berbenah diri. Banyaknya
masalah pendidikan yang muncul ke permukaan merupakan gambaran praktek
pendidikan kita. Sebagai siswa dan sekaligus sebagai calon pendidik,
kami merasakan ketimpangan-ketimpangan pendidikan, seperti :
1. Kurikulum
Kurikulum
kita yang dalam jangka waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada
hasil yang maksimal dan masih tetap saja. Perubahan kurikulum yang
terus-menerus, pada prateknya kita tidak tau apa maksudnya dan yang beda
hanya bukunya.
Pemerintah
sendiri seakan tutup mata, bahwa dalam prakteknya Guru di Indonesia
yang layak mengajar hanya 60% dan sisanya masih perlu pembenahan. Hal
ini terjadi karena pemerintah menginkan hasil yang baik tapi lupa dengan
elemen-elemen dasar dalam pendidikan.
2. Biaya
Akhir-akhir
ini biaya pendidikan semakin mahal, seperti mengalami kenaikan BBM.
Banyak masyarakat yang memiliki persepsi pendidikan itu mahal dan lebih
parahnya banyak pula pejabat pendidikan yang ngomong, kalau pengen
pendidikan yang berkualitas konsekuensinya harus membayar mahal.
Pendidikan sekarang ini seperti diperjual-belikan bagi kalangan
kapitalis pendidikan dan pemerintah sendiri seolah membiarkan saja dan
lepas tangan.
3. Tujuan pendidikan
Katanya
pendidikan itu mencerdaskan, tapi kenyataannya pendidikan itu
menyesatkan. Bagaiamana tidak? Lihat saja kualitas pendidikan kita hanya
diukur dari ijazah yang kita dapat. Padahal sekarang ini banyak ijazah
yang dijual dengan mudahnya dan banyak pula yang membelinya (baik dari
masyarakat ataupun pejabat-pejabat). Bukankah ini memalukan?? Berarti
kalau kita punya uang maka kita tidak usah sekolah tapi
sama dengan yang sekolah karena memiliki ijasah. Harusnya pendidikan itu
menciptakan siswa yang memiliki daya nalar yang tinggi, memiliki
analisis tentang apa yang terjadi sehingga bila di terjunkan dalam suatu
permasalahan dapat mengambil suatu keputusan.
4. Disahkannya RUU BHP menjadi Undang- Undang
DPR
RI telah mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan
(BHP) menjadi Undang-Undang. Selama tiga tahun itupula, UU yang berisi
14 bab dan 69 pasal banyak mengalami perubahan. Namun, disahkannya UU
BHP ini banyak menuai protes dari kalangan mahasiswa yang khawatir akan
terjadinya komersialisasi dan liberalisasi terhadap dunia pendidikan.
Hal
yang dikhawatirkan, undang-undang baru ini akan membuat biaya
pendidikan semakin mahal dan tidak terakses oleh seluruh lapisan
masyarakat. UU BHP juga menetapkan perguruan tinggi negeri
atau PTS wajib memberikan beasiswa sebesar 20 persen dari seluruh
jumlah mahasiswa di lembaganya. Namun, jika ternyata Perguruan Tinggi
yang terkait tidak mempunyai dana yang mencukupi, untuk memberikan
beasiswa, akhirnya dana tersebut akan dibebankan kepada mahasiswa lagi.
UU BHP ini akan menjadi kerangka besar penataan organisasi pendidikan
dalam jangka panjang. UU BHP sendiri saat ini sedang dalam proses
mencari input. Jadi, untuk memperkuat status hukum PT BHMN, ia akan
diatur dalam UU BHP.
5. Kontoversi diselenggaraknnya UN
Perdebatan
mengenai Ujian Nasional (UN) sebenarnya sudah terjadi saat kebijakan
tersebut mulai digulirkan pada tahun ajaran 2002/2003. UN atau pada
awalnya bernama Ujian Akhir Nasional (UAN) menjadi pengganti kebijakan
Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Dari hasil kajian
Koalisi Pendidikan (Koran Tempo, 4 Februari 2005), setidaknya ada empat
penyimpangan dengan digulirkannya UN. Pertama, aspek pedagogis. Dalam
ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni
pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap
(afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu
kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu
kelulusan. Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal
35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas
standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang
harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. Ketiga, aspek sosial
dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah
telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi
4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005. Ini menimbulkan
kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua siswa. Siswa
dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di-UN-kan di sekolah
ataupun di rumah.
Keempat,
aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Tahun
2005, dana yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum
ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Pada 2005 memang disebutkan
pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas sumbernya,
sehingga sangat memungkinkan masyarakat kembali akan dibebani biaya.
Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan
finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih sangat tertutup
dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan
terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.
6. Kerusakan fasilitas sekolah
Kerusakan
bangunan sekolah tersebut berkaitan dengan usia bangunan yang sudah
tua. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sejak tahun 2000-2005 telah
dilaksankan proyek perbaikan infrastruktur sekolah oleh Bank Dunia,
dengan mengucurkan dana Bank Dunia pada Komite Sekolah.
Kerusakan
bangunan pendidikan jelas akan mempengaruhi kualitas pendidikan karena
secara psikologis seorang anak akan merasa tidak nyaman belajar pada
kondisi ruanagan yang hamper roboh.
TEKNOLOGI TERBARU
Dua iPhone Baru Hadir Tengah Tahun?
techradar.com
KOMPAS.com - Apabila perkiraan analis yang satu ini terbukti benar, maka Apple akan meluncurkan dua model iPhone sekitar pertengahan tahun 2013.
Sebagaimana dikutip dari Cnet, perkiraan tersebut dirilis oleh analis KGI Securities Ming-Chi Kuo yang pernah membuat perkiraan soal rilis MacBook Pro 13 inci Retina Display dan dihentikannya lini MacBook Pro 17 inci dengan akurat.
Menurut dia, kedua model iphone itu adalah iPhone 5S dan iPhone 5 versi murah. iPhone 5S disebutnya bakal mengusung sejumlah peningkatan termasuk chip A7 yang lebih kencang serta sensor sidik jari, dan kamera f2.0 dengan smart LED Flash.
Akan halnya iPhone 5 versi murah, Kuo mensinyalir bahwa posel tersebut akan memiliki casing dari bahan plastik dan tersedia dalam enam pilihan warna, serta dijual dalam keadaan unlocked atau tidak dikunci operator dalam rentang harga 350-450 dollar AS atau Rp 3,3 hingga 4,2 juta.
Rumor tentang iPhone versi murah memang sudah santer terdengar sebelumnya, tapi kebanyakan menyebutkan bahwa perangkat ini akan dirilis pada akhir tahun, bukan pertengahan tahun seperti yang dilansir Kuo.
Lalu, bagaimana dengan penjualan iPhone 5 yangs sudah ada saat ini? Investor Apple belakangan khawatir perangkat tersebut kurang laku, tapi Kuo berpendapat bahwa angka penjualan di kuartal keempat 2012 akan melebihi ekspektasi.
Apakah perkiraan Kuo benar adanya? Hanya waktu yang bisa menjawab.
Selasa, 15 Januari 2013
TEKNIK BANGUNAN
Logo Teknik Gambar Bangunan |
Teknik Gambar Bangunan merupakan
salah satu Program Keahlian yang ada di SMKN 1 Sidoarjo. Karena Program
Keahlian Gambar Bangunan sangat diminati maka pada tahun ajaran
2007/2008 Teknik Gambar Bangunan menambah 1 kelas menjadi TGB 1 dan TGB 2
yang sebelumnya cuma 1 kelas.
Kelebihan Program Keahlian
Gambar Bangunan yaitu hanya ada 1 di seluruh kabupaten Sidoarjo yaitu di
SMKN 1 Sidoarjo. Kelebihan yang lain adalah memiliki ruang komputer
sendiri dan ruang gambar manual sendiri.
Semakin berkembangnya dunia
properti dan perumahan maka Teknik Gambar Bangunan dapat menjadi solusi
bagi para siswa baru untuk langsung mencari pekerjaan dibidang tersebut
setelah lulus sekolah karena persaingan yang minimum.
Tujuan Program Keahlian Teknik Gambar Bangunan
Tujuan Program Keahlian Teknik Gambar
Bangunan secara umum mengacu pada isi Undang Undang Sistem Pendidikan
Nasional (UU SPN) pasal 3 mengenai Tujuan Pendidikan Nasional dan
penjelasan pasal 15 yang menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan
pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk
bekerja dalam bidang tertentu. Secara khusus tujuan Program Keahlian
Teknik Gambar Bangunan adalah membekali peserta didik dengan
keterampilan, pengetahuan dan sikap agar kompeten.
demikian sepintas informasi tentang jurusan yang saya ikuti di smkn 1 sidoarjo dan artikel ini saya copy dari blog aslinya di bawah ini
Artikel asli dari: http://tgb-smakid.blogspot.com/2011/06/teknik-gambar-bangunan-smkn-1-sidoarjo.html#ixzz2I29ArTVk
SMK Negeri 1 Sidoarjo
SMK
Negeri 1 Sidoarjo didirikan pada tahun 1975 yang pada awalnya berasal
dari STM Sidoarjo ( Swasta ), yang berlokasi di Jalan Jenggolo No. 1
Sidoarjo dengan membuka 2 jurusan yaitu Teknik Mesin Produksi dan
Bangunan Gedung.
Kemudian
Pada tahun 2000 menjadi SMK negeri 1 Sidoarjo yang berlokasi di Jalan
Monginsidi tepatnya di Desa Sidoklumpuk Kecamatan Sidoarjo dengan nomor
telepon 0318965636. Seiring dengan tuntutan dunia usaha / industri dan
juga kurikulum yang ada maka pada awal tahun 1999 menambahkan 5 Program
Keahlian lagi sehingga menjadi 7 program keahlian
Ketujuh Program Keahlian tersebut antara lain :
1. Teknik Konstruksi Bangunan (TKB)
2. Teknik Gambar Bangunan (TGB)
3. Teknik Pemanfaatan Tenaga Listrik (TPfL)
4. Teknik Audio Video (TAV)
5. Teknik Pendingin dan Tata Udara (TPTU)
6. Teknik Pemesinan (TPM)
http://semakid.blogspot.com/2008/04/welcome-to-smk-negeri-1-sidoarjo-blogs.html
Langganan:
Postingan (Atom)